Penulis : Dharma Setiawan
Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) adalah sebuah proses kreatif yang menolak untuk jeda. Beberapa pertanyaan yang muncul dari kawan-kawan di media sosial akan saya jawab dengan tulisan ini.
Pandemi covid-19 membawa banyak perubahan bagi gerakan kreatif warga. Saya pribadi dan Pak Ahmad Tsauban juga sempat mengalami kemacetan gerakan. Banyaknya kabar berita di media, dan korban meninggal di kota-kota besar akibat Covid-19 terus bertambah. Sampai hari ini korban paling tinggi ada di Jawa Timur.
Di Lampung pemerintah bahkan beberapa kali apel siaga, lalu bersiap new normal, kemudian diganti saat ini dengan istilah adaptasi kebiasaan baru (AKB).
Untuk pasar di Kota Metro relatif sudah ramai dan masyarakat bergerak kembali sejak tengah puasa, bahkan 3 malam menjelang lebaran, toko-toko baju pinggir jalan dipenuhi pengunjung.
Sementara, kemarin Full bulan puasa dan akhirnya total 3 bulan Payungi berhenti, akhirnya kami mengerjakan hal yang memungkinkan kami kerjakan.
Kami membuat sekam bakar, membuat kolam ikan, biogas, permakultur sayuran organik, membuat kompos, takakura basket, menanam lebih banyak bunga AMP untuk budidaya lebah. Selain itu, emak-emak tetap ada yang berjualan dan promosi jajanan tradisional melalui media sosial dan ada juga yang dititipkan ke warung tetangga. Bisa dikatakan ini adalah upaya maksimal yang bisa dilakukan komunitas Payungi disaat pandemi Covid-19.
Setelah 3 bulan off, akhirnya Payungi memberanikan diri membuka pasar sebagaimana intruksi pemerintah dalam adaptasi kebiasaan baru (AKB).
Pertemuan pesantren wirausaha setiap malam kamis dihidupkan lagi, dan kami mulai membenahi ruang Payungi untuk persiapan buka perdana dalam kondisi pandemi. Kewajiban menyediakan cuci tangan, wajib masker dan pengecekan suhu di tekankan oleh dinas kesehatan. Di group WA penggerak pasar nasional pun kami bertukar ide untuk menyiapkan segala sesuatunya berjalan normal, meskipun memang di lapangan bisa terjadi hal hal yang sulit dikendalikan, terutama peringatan untuk menjaga jarak.
Tadi pagi saya mendengarkan kritik Budi Dalton dalam obrolan bersama Jrx SID di video instagram, “Kalau bermasker kenapa harus jaga jarak, kalau sudah jaga jarak mengapa harus bermasker, kalau dirumah sakit hanya dirawat isolasi, kenapa tidak di rumah sendiri?,”.
Mereka memang sedang mempertanyakan keseriusan pemerintah dan membuka wacana pembanding bahwa warga punya insting lokal menghadapi pandemi. Bahkan Jrx memimpin demo dan konser penolakan pemakaian masker.
Saya pribadi menolak cara-cara mereka yang frontal, tapi juga menyesalkan kebijakan pemerintah dengan istilah yang berubah-ubah.
Ketika Payungi memutuskan membuka kembali pasar ada pedagang yang belum siap dan memilih tidak berdagang. Tentu ini pilihan yang harus kita hargai dari hasil musyawarah di Mushola.
Gelaran pertama saya mengatakan bahwa kita kembali seperti awal, kemungkinan omset pasar akan turun dan nilainya bisa sama seperti pertama buka, yaitu RP 16.800.000,-. Prediksi saya terjadi dan Payungi gelaran perdana mendapat omset Rp 16.400.000,- malah turun 400 ribuan, sedang dikondisi normal omset Payungi 40-50 juta per gelaran. Tapi sebagaimana Payungi terus gotong royong promosi melalui media sosial, di gelaran ke 5 sampai ke 7 kemarin berhasil mengembalikan nilai transaksi diangka 39 juta.
Kami mulai merasakan sebuah suasana Payungi seperti biasa. Hanya yang berbeda adalah masker, cuci tangan dan chek suhu. Semua yang terjadi tidak ada yang berubah, dan pedagang mulai berani berdagang semua, bahkan setiap Minggu ada saja orang baru yang meminta izin berdagang, dan tentu kami seleksi berdasar domisili. Syarat ikut pesantren wirausaha, gotong royong dan infaq ke Mushola adalah hal wajib yang harus ditunaikan.
Payungi University kedatangan anak-anak Lampung yang kuliah di UIN Bandung, 11 anak KKN-DR sampai tanggal 31 Agustus 2020. Kami saling bekerjasama, pagi mereka beraktivitas membantu penataan Payungi terutama, ruang kreatif.
Malamnya, kami tim Payungi University memberi mereka materi terkait pemberdayaan ekonomi dan branding media digital. Di September nanti gantian mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang akan KKN di Payungi.
Kota Metro juga sedang bergeliat gerakan-gerakan baru. Kita berharap gerakan warga ini akan menjadi inspirasi dan memberi kontribusi nyata bagi kota Metro. Dari awal buka 28 Oktober 2018 sampai hari ini uang masuk ke RW 07 Yosomulyo lingkungan Payungi sudah mencapai angka 3 Miliar. Pembangunan Mushola lantai 2 dan sarana prasarana toilet sudah menghabiskan 600 juta, kami prediksi 500 juta lagi total selesai.
Integrasi Mushola, Pasar dan pemberdayaan perempuan kami lakukan mengalir dan terus mengembangkan hal-hal baru. Tentu yang terpenting, solidaritas gotong royong warga menjadi hal paling utama, selain keuntungan ekonomi yang didapat dari aktivitas pasar. | Red.