LAMPUNG7COM, Liwa | Beberapa kontraktor di Kabupaten Lampung Barat mengeluhkan masih maraknya aksi premanisme pada tahapan lelang berbagai proyek sektor infrastruktur di lingkungan pemerintah daerah Khususnya Kabupaten Lampung Barat, hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan lelang proyek di Kabupaten Negeri asal Saibatin tersebut sampai sejauh ini bisa dikatakan tidak aman.
Aksi premanisme tersebut terlihat viral menyebar di media sosial dengan adanya intimidasi dari sekelompok orang yang menurut sumber mencoba menghalang-halangi kontraktor lain untuk memasukkan dokumen penawaran.
Lelang yang dilaksanakan terutama pengadaan barang dan jasa pemerintah selalu saja ramai didatangi oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Apakah itu preman ataupun oknum lain yang ingin memperkeruh suasana pelaksanaan lelang proyek, itu dikarenakan menurut sumber yang tidak ingin identitasnya disebutkan, bahwa kegiatan lelang proyek tersebut hanya sebatas seremonial saja dikarenakan proyek yang ada dan terdaftar di LPSE sudah memiliki calon kontraktor pemenang yang memang sudah diatur oleh pihak dinas.
Merujuk kepada adanya aksi premanisme dan intimidasi terhadap kontraktor dan beberapa jurnalis di depan kantor ULP Kabupaten Lampung Barat diduga dikarenakan salah satu kontraktor yang akan memasukkan berkas penawaran lelang pada proyek pembangunan Drainase SMPN 1 Liwa dengan nilai anggaran enam ratus juta rupiah lebih ternyata sudah ada calon pemenangnya, sehingga kontraktor calon pemenang proyek tersebut bersama antek-anteknya berupaya untuk menghalangi kontraktor lain untuk memasukkan penawaran.
Para kontraktor mengeluhkan yang seharusnya tempat proses pelelangan barang dan jasa dilaksanakan dengan kondisi tempat yang aman dan baik. Selain itu, tempat pendaftaran dan pengambilan dokumen benar-benar aman dan tidak ada intimidasi atau tekanan dari pihak manapun, namun dalam video amatir yang terlihat tidak ada sedikitpun aparat kepolisian yang berjaga dalam kegiatan proses lelang tersebut.
Hal itu tentu saja menjadi suatu kekhawatiran terutama kepada perusahaan yang akan mendaftar dan mengambil dokumen.
“Aksi premanisme bukanlah hal yang baru dalam proses pelelangan. Biasanya, penempatan preman dilakukan oleh perusahaan untuk menghalang-halangi perusahaan lain mengambil dokumen. Modusnya, ketika para perusahaan yang akan mendaftar dan mengambil dokumen maka ada intimidasi dan tekanan berbagai bermacam cara,” ujarnya.
Pengerahan preman itu bisa atas permintaan kontraktor yang mendapat arahan dari pihak tertentu. Atau lanjutnya, “Dapat juga melalui asosiasi tertentu yang melibatkan diri maupun kerja sama dengan pihak pemilik proyek terhadap proyek yang akan dilelang yang sudah dikondisikan sebelumnya,” sambungnya.
Namun dalam pembuktian aksi premanisme tersebut sangat sulit meski faktanya ada.
“Seharusnya mulai dari tingkatan pengambilan keputusan dan kekuasaan menyadari bahwa pengarahan terhadap perusahaan baik ditingkat Provinsi, Kota dan Kabupaten merupakan suatu tindak pidana dan dapat diklasifikasikan perbuatan persengkongkolan, disinilah integritas dari aparat penegak hukum khususnya kepolisian dan kejaksaan dipertaruhkan khususnya dalam fungsi pengamanan dan pengawasan pada saat kegiatan tersebut berlangsung, disinilah pintu masuk dari aparat penegak hukum untuk mencegah tindak pidana korupsi sejak dini ataukah mungkin aparat penegak hukum sudah mengetahui namun terkesan menutup mata, wallohu alam bissawab,” ujarnya.
Kejadian intimidasi yang terjadi pada saat proses lelang oleh sekelompok preman di Kabupaten Lampung Barat tersebut menjadi PR besar dari aparat kepolisian untuk mengungkapnya, karena negara tidak boleh kalah dengan aksi premanisme sehingga kedepan para kontraktor bisa mengikuti proses lelang dengan persaingan dan kompetisi secara sehat dan profesional. | Red/Pin