LAMPUNG7COM | Nilai tukar Rupiah terkendali didukung langkah stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada 24 Mei 2021 menguat 0,63% secara point to point dan 1,42% secara rerata dibandingkan dengan level April 2021. Perkembangan tersebut melanjutkan penguatan nilai tukar Rupiah pada bulan sebelumnya sebesar 0,55% secarapoint to point . Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, meskipun pada perkembangan terakhir mengalami tekanan akibat fluktuasi imbal hasil UST.Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai dengan 24 Mei 2021 mencatat depresiasi sekitar 2,12% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, relatif lebih rendah dari sejumlah negara berkembang lain, sepertTi urki, Brazil, dan Thailand.Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah sejalan pasokan yang memadai di tengah peningkatan permintaan musiman Ramadan. Pada April 2021, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 0,13% (mtm), sehingga inflasi IHK sampai dengan April 2021 tercatat 0,58% (ytd). Secara tahunan, inflasi IHK tetap rendah, yakni 1,42% (yoy), meskipun sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,37% (yoy). Perkembangan inflasi tersebut dipengaruhi oleh inflasi inti yang stabil di tengah permintaan domestik yang membaik,stabilitas nilai tukar yang terjaga, dan konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarhkan ekspektasi inflasi pada kisaran target. Inflasi kelompokvolatile food tetap terjaga dipengaruhi oleh pasokan yang memadai pada masa panensehingga memitigasi kenaikan permintaan di pola musiman Ramadan. Sementara itu, inflasi kelompok administered prices tetap terkendali, meskipun terdapat kenaikan harga kretek filter seiring transmisi kenaikan cukai hasil tembakau dan kenaikan inflasi bahan bakar rumah tangga. Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordni asi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendali Inflasi (TPI dan TPID), guna menjaga inflasi IHK sesuai kisaran targetnya, yakni 3,0%±1% pada 2021.
Kondisi likuiditas tercatat longgar didorong kebijakan moneter yang akomodatif dan dampak sinergi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi. Bank Indonesia telah menambah likuiditas q( uantitative easing) di perbankan sebesar Rp88,91 triliun pada tahun 2021 (hingga 21 Mei 2021). Bank Indonesiajuga melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana sebagai bagian dari sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah untuk pendanaan APBN2021. Hingga 21 Mei 2021, pembelian SBN di pasar perdanatercatat sebesar Rp108,43 triliun yang terdiri dari Rp32,97 triliun melalui mekanisme lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO). Kebijakan tersebut mendukung likuiditas perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing 17,4% (yoy) dan 11,5% (yoy) pada April 2021. Berdasarkan komponennya, pertumbuhan M2 terjadi baik pada uang kartal, giro Rupiah, maupun uang kuasi, seiring permintaan menjelang hari raya Idulfitri. Pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh operasi keuangan Pemerintah sebagai dampak sinergi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah dan penerimaan Pemerintah lainnya, sertakenaikan aktiva luar negeri bersih, di tengah kontraksi pertumbuhan kredit. Dengan perkembangan tersebut, kondisi likuiditas perbankan lebih dari cukup, tercermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi yakni 33,67% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10,94% (yoy).
Suku bunga kebijakan moneter yang tetap rendah dan likuiditas yang masih longgar mendorong suku bunga kredit perbankan terus menurun walaupun masih terbatas. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga PUABovernight dan suku bunga deposito perbankan telah menurun, masing-masing sebesar 155 bps (yoy) dan 196 bps (yoy) menjadi 2,79% dan 3,76% pada Maret 2021. Di pasar kredit, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan telah menurun sebesar 174 bps (yoy)menjadi 8,9% pada Maret 2021. Kelompok Bank BUMN mencatatkan penurunan SBDK yang paling dalam di antara kelompok bank lainnya yaitu sebesar 270bps (yoy) pada Maret 2021, sementara SBDK kelompok bank lainnya masih menurun secara terbatas. Namun di sisi lain, penurunan SBDKtersebut belum diikuti dengan penurunan suku bunga kredit baru secara sepadan yaitu hanya menurun sebesar 59 bps (yoy) pada periode yang sama. Berdasarkan kelompok bank, kelompok BPD, BUSN dan bank BUMN mencatatkan penurunan suku bunga kredit baru yang masih sangat rendah, yaitu masing masing sebesar 34 bps (yoy), 52 bps (yoy) dan 55 bps (yoy). Sementara itu, kelompok KCBA mengalami penurunan suku bunga kredit baru paling signifikan yaitu sebesar 158 bps (yoy).Hal tersebut mendorong suku bunga kredit baru untuk kelompok BPD dan BUSN berada pada level tertinggi dibanding kelompok bank lainnya yaitu masing-masing sebesar 10,05% dan 9,32%.Sementara itu, suku bunga kredit baru bank BUMN dan KCBA tercatat masing-masing sebesar 8,70% dan 5,34%.
Ketahanan sistem keuangan tetapterjaga, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu didorong. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/ CAR) perbankan Maret 2021 tetap tinggi sebesar 24,05%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan / NPL) tetap rendah, yakni 3,17% (bruto) dan 1,02% (neto). Di tengah kondisi likuiditas yang longgar, intermediasi perbankan masih mengalamikontraksi sebesar2,28% (yoy) pada April 2021. Masih lambatnya kredit perbankan terutama disebabkan oleh belum kuatnya permintaankredit dari dunia usaha dan masih relatif tingginya persepsi risiko kredit dari perbankan. Kredit perbankan diperkirakan akan mengalami peningkatan mulai triwulan II 2021 sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, semakin membaiknya kinerja korporasi, serta semakin meolnggarnya indeks lending standar dari perbankan. Pada tahun 2021 kredit perbankan diperkirakan akan tumbuh sesuai prakiraan 5-7%. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus memperkuat transparansi SBDK perbankan serta koordinasi dengan Pemerintah dan otoritasterkait untuk meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usahapada sektor-sektor prioritas, termasuk kredit kepada UMKM.
Kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia terus diarahkan untuk mempercepat digitalisasi sistem pembayaran dan akselerasi transaksi ekonomi dan keuangan digital. Pertumbuhan transaksi ekonomi dan keuangan digital semakin tinggi seiring meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat untuk berbelanja daring, meluasnya pembayaran digital dan akselerasi digital banking. Nilai transaksi Uang Elektronik (UE) padaApril 2021 mencapai Rp22,8 triliun, atau tumbuh 30,17% (yoy). Volume transaksi digital banking juga terus meningkat, dimana pada April 2021 tumbuh 60,27% (yoy) sebesar572,8 juta transaksi dengan nilai transaksi digital banking yang tumbuh 46,36% (yoy) hingga mencapai Rp3.114,1 triliun. Bank Indonesia akan terus mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efisien, antara lain dengan mengakselerasi perluasanmerchant QRIS melalui pendekatan ekosistem targeted, serta perluasan edukasi dan sosialisasi QRISkepada seluruh lapisan masyaraka.t Bank Indonesia juga terus memperluas elektronifikasi penyaluran bantuan sosial dan transaksi keuangan Pemerintah Daerah, serta mendukung kesuksesan Gerakan NasionalaBngga Buatan
Indonesia (Gernas BBI).Sementara itu, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) padaApril 2021 mencapai Rp843,4 triliun, tumbuh 13,42% (yoy) seiring dengan meningkatnya kebutuhan uang kartal menjelang Idulfitri 1442 H. Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, Kartu Debet, dan Kartu Kredit pada April 2021 tercatat Rp679,6 triliun, tumbuh 33,13% (yoy) sejalan dengan peningkatan aktivitas ekonomi dan kebutuhan masyarakat selama Ramadan dan menjelang Idulfitri 1442 H. | red