LAMPUNG7NEWS, Lampung Timur – Dewi Suryani Hutagalung yang berprofesi sebagai Advokat untuk Korpri mendapat kritikan dari insan Pers dan LSM kabupaten Lampung Timur, dengan komentarnya yang menegaskan bahwa, bila awak media dan LSM akan masuk ke sekolah, harus dapat izin tertulis darinya.
Ucapan itu dikatakannya pada saat memimpin acara sarasehan peraturan hukum tentang lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Kabupaten Lampung Timur yang di selenggarakan di gedung Pusiban Sukadana, Selasa (22/03/2016).
Dalam acara itu, ia mengundang PNS, Kepala Sekolah dari tingkat SD, SMP, hingga SMA se-Kabupaten Lampung Timur dan seluruh insan Pers beserta LSM Lampung Timur.
Di depan para undangan, Dewi Suryani berceloteh, meminta supaya awak media harus memiliki izin darinya ketika hendak konfirmasi atau mendatangi sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Lamtim.
Seluruh awak media Lamtim memprotes pernyataan yang di ucapkan Dewi tersebut. Bahkan menurut rekan-rekan jurnalis, pernyataan itu seakan-akan ada indikasi untuk menghalang-halang wartawan untuk mempublikasikan sekolah-sekolah di Kabupaten Lamtim.
Kita selaku jurnalis ada hak untuk melakukan publikasi tanpa mendapatkan rekomendasi dari dia (Dewi). Dengan ketentuan sesuai dengan kode etik jurnalis,” jelas Riswan yang juga berprofesi sebagai jurnalis di Lamtim.
Ia melanjutkan, jurnalis merupakan pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dilindungi dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Dalam Pasal 3 Ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers mengatakan bahwa Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Dalam Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers juga disebutkan bahwa pers harus bisa menjalankan fungsi kontrol perilaku, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang menjadi keprihatinan publik. Adanya peran pers sebagai sebuah mekanisme pengawasan terhadap pemerintah.
Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang memberikan sanksi bagi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kebebasan pers sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta.
Dari undang-undang 40 tahun 1999 sudah jelas kalau jurnalis tidak bisa di halang-halangi ketika melaksanakan kegiatannya untuk mempublikasikan sesuatu yang harus diketahui khalayak umum,” pungkas Riswan. [red]