LAMPUNG7NEWS Dunia | Kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pekan lalu mengakui kematian pemimpin mereka Abu Bakar al-Baghdadi dan mengumumkan penggantinya yaitu Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi. Baghdadi dilaporkan tewas meledakkan bom bunuh diri saat tempat persembunyiannya digerebek pasukan Amerika Serikat di Desa Bashira, Provinsi Idlib, sebelah utara Suriah.
Dalam pernyataan yang dirilis Kamis lalu juru bicara ISIS Abu Hamza al-Quraishi menyerukan kepada para pengikut ISIS bersumpah setiap kepada khalifah baru bernama Abu Ibrahim al-Hashimi al-Quraishi.
“Dewan Syura menggelar pertemuan segera setelah memastikan syahidnya Abu Bakar al-Baghdadi. Para pemimpin kaum Mujahidin sepakat setelah bermusyawarah dan mematuhi wasiat (dari Baghdadi) mereka menyatakan sumpah setiap kepada Abu Ibrahim al-hashimi al-Quraishi sebagai pemimpin baru kaum beriman,” kata juru bicara ISIS, seperti dilansir laman the Times of India, pekan lalu.
Hashimi diketahui adalah seorang sarjana terpelajar dan militan yang terkenal sekaligus pemimpin perang.
Tak banyak yang diketahui dari Hashimi yang namanya sering beberapa kali disebut sebagai pengganti Baghdadi ketika sang pemimpin dilaporkan tewas dalam beberapa tahun terakhir.
“Kita tidak tahu banyak tentang dia kecuai dia adalah sosok hakim di ISIS dan mengepalai Komite Syariah,” ujar Hisham al-Hashimi, pakar ISIS dari Irak.
Aymin al-Tamimi, peneliti ISIS di Universitas Swansea mengatakan nama Hashimi sebelumnya tidak diketahui tapi dia bisa jadi adalah sosok bernama Haji Abdullah. Sejumlah pengamat juga meyakini sang pengganti Baghdadi itu punya tiga nama alias.
Kementerian Luar Negeri AS dalam program Rewards for Justice menyebut nama Amir Muhammad Sa’id Abdul Rahman al-Maula bernama alias Haji Abdullah. Agustus tahun lalu Kemenlu AS menawarkan hadiah sebesar USD 5 juta bagi siapa saja bisa menangkap Abdullah. Dia disebut sebagai sosok yang berpeluang menggantikan Baghdadi. Dia dikenal dalam lingkaran kelompok ekstremis sebagai Abdallah Qardash.
Dia diyakini mengenal Baghdadi selama 15 tahun. Keduanya pernah ditahan di penjara Kamp Bucca yang dikelola AS setelah invasi Irak tahun 2003, kendati belum jelas apakah mereka pertama kali bertemu di penjara tersebut.
Lahir pada 1970, Maula disebut sebagai salah satu pejabat Partai Baathist selama pemerintahan Saddam Hussein, setelah invasi AS pada tahun 2003 bergerak bawah tanah dan bergabung dengan gerilyawan. Banyak dari mereka yang dilepaskan dari Kamp Bucca – termasuk Baghdadi dan Maula – bergabung dengan Al Qaidah di Irak, sebelum kemudian mengubah namanya menjadi ISIS. Dalam profil yang dipublikasi Kementerian Luar Negeri AS, Mawla digambarkan sebagai “pemuka agama dalam organisasi pendahulu ISIS.” Demikian dilansir dari CNN, Selasa (29/10).
Menurut Kementerian Luar Negeri AS, Maula membantu penculikan, pembantaian, dan perdagangan minoritas Yazidi di Irak barat laut. Masyarakat Yazidi banyak yang tinggal di wilayah yang dekat dengan daerah asal Maula, Tal Afar. Pada 2014, setelah ISIS mengambil alih Tal Afar dan Mosul, kelompok tersebut memperbudak ribuan perempuan Yazidi dan anak-anak dan membunuh ribuan pria Yazidi, yang disebut PBB sebagai pembunuhan massal.
Menghitung rintangan Maula menggantikan Baghdadi, salah satunya berkaitan dengan etnisnya. Maula dilaporkan berasal dari Turkmenistan, sementara kepemimpinan ISIS selalu didominasi oleh orang Arab, kebanyakan dari mereka adalah orang Irak. Ada rintangan lain yang akan dihadapi Maula, diyakini secara luas di kalangan para para ekstremis bahwa seorang “khalifah” harus memiliki atribut dan kredensial tertentu.
Salah satu syaratnya adalah berasal dari suku Quraish. Syarat lainnya adalah memiliki pengetahuan signifikan tentang yurisprudensi Islam. Rekam jejaknya sebagai pemuka agama dalam kelompok teroris tersebut mungkin memudahkannya untuk membujuk anggota lainnya tentang kepercayaan teologisnya, tetapi dia tidak secara terbuka mengklaim garis keturunan Quraish. | red/mdk