LAMPUNG7COM | Maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia disebut telah bangkrut secara teknis. Sebab Garuda Indonesia sudah tidak mampu membayar segala kewajibannya. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo kemarin, Selasa (9/11) di DPR RI, Jakarta.
“Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan bagaimana keluar dari posisi ini,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/11).
Setiap bulan, negatif ekuitas bertambah USD 100 sampai Rp 150 juta atau setara Rp 1,5 hingga Rp 2 triliun.
Sementara saat ini tercatat utang Garuda sebesar USD 9,8 miliar. Utang kepada lessor merupakan utang paling banyak yakni senilai USD 6,3 miliar. Dengan aset Garuda saat ini sebesar USD 6,9 miliar. Sedangkan pendapatan bulanan Garuda berada di titik terendah yakni US 20 juta.
Kondisi keuangan tersebut semakin memperburuk keadaan karena kewajiban perusahaan sudah tidak dibayar, bahkan untuk yang jangka panjang.
Meski demikian, Tiko meminta restu ke Komisi VI DPR RI dengan kemungkinan dilusi alias penurunan persentase kepemilikan saham oleh pemerintah setelah proses restrukturisasi selesai.
Kemungkinan besar pemerintah tidak akan menjadi pemegang saham mayoritas di Garuda Indonesia.Tito menjelaskan salah satu langkah penyelamatan Garuda adalah lebih dari setengah kuasanya bergantung terhadap kreditur dikarenakan besarnya kewajiban utang yang menjadi beban maskapai.
“Kami mohon dukungan pendapat bapak/ibu sekalian, apabila ada pemegang saham baru apakah kita diperbolehkan untuk melakukan dilusi daripada kepemilikan pemerintah,” ujar Tiko.
Tak hanya itu, Garuda Indonesia juga melakukan negosiasi ulang kontrak sewa pesawat-pesawat yang nantinya akan digunakan perseroan sehingga biaya sewa sesuai pasar saat ini. Serta, perseroan akan mendorong peningkatan pendapatan dari kargo dan ancillary.
“Kami tidak putus asa dan mencoba mencari bagaimana rumusan untuk bisa keluar dari permaslahan ini. Paling utama dilakukan transformasi bisnis karena kita memahami adanya inefisiensi rute dan operasional Garuda di masa lalu,” jelas Tito.
Sumber: Koran Jakarta