USA | Penembakan massal kembali terjadi di Amerika Serikat hari ini atau Kamis malam waktu setempat. Peristiwa itu terjadi hanya berjarak 3 kilometer dari Gedung Putih. Dalam kejadian ini polisi mengatakan satu orang tewas dan lima lainnya luka. Peristiwa ini menambah rentetan kasus penembakan massal di AS sepanjang tahun ini.
Awal bulan lalu, seorang pemuda melakukan penembakan massal di Walmart El Paso, Texas. Sekitar 20 orang tewas dalam kejadian tersebut. Beberapa jam berselang, penembakan kembali terjadi di wilayah Ohio dengan 9 korban tewas.
Seiring banyaknya kasus penembakan di Negeri Paman Sam, timbul pertanyaan tentang seberapa mudahnya orang mendapatkan senjata api di Amerika?
Senjata api dapat ditemukan di ratusan toko di AS, mulai dari partai besar seperti Walmart, hingga skala yang lebih kecil seperti Ken’s Sporting Goods & Liquor Store. CNN menyebut, tidak sulit mengakses senjata api di AS.
Puluhan pameran senjata hampir setiap akhir pekan digelar di seluruh negara bagian Amerika Serikat. Tak jarang, sejumlah orang juga membeli senjata api dari tetangga atau bahkan anggota keluarganya.
Pemeriksaan latar belakang pembeli hanya dilakukan di toko. Sesuai prosedur, pembeli akan diminta untuk mengisi formulir Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak Federal.
Informasi yang dibutuhkan dalam formulir tersebut meliputi data pribadi seperti nama, alamat, tempat tanggal lahir, ras, dan kewarganegaraan.
Selain data pribadi, adapula sejumlah pertanyaan yang perlu diisi, di antaranya soal catatan kriminal.
“Apakah Anda pernah dihukum karena kejahatan ringan atau kekerasan dalam rumah tangga?” salah satu butir pertanyaan dalam formulir tersebut.
Formulir itu juga menanyakan riwayat pelanggaran hukum terkait narkotika dan ganja. Hingga mempertanyakan, “Apakah Anda seorang buronan pengadilan.”
Toko penjual senjata kemudian menghubungi FBI guna memeriksa kebenaran informasi yang tertulis dalam formulir pembeli, melalui sistem yang dikenal dengan nama NICS. Dengan sistem itu, pemeriksaan latar belakang hanya membutuhkan waktu beberapa menit.
Jika seseorang pernah mendapat hukuman karena tindak pidana, atau telah tercatat dalam pengadilan, maka ia tidak akan lulus pemeriksaan NICS.
“Lebih dari 100 juta cek semacam itu telah dilakukan dalam dekade terakhir, dengan lebih dari 700.000 penolakan,” kata FBI di situs resminya, seperti yang dikabarkan pada Jumat (20/9).
Jika dibandingkan, jumlah penolakan yang pernah dilakukan FBI tidak sampai 1 persen dari total penjualan senjata api resmi.
Meski penjualan senjata api dapat dipantau oleh sistem FBI, namun penjualan senjata api ilegal masih banyak ditemukan. Dalam sebuah pameran senjata api, pembeli tidak harus mengisi formulir pemeriksaan latar belakang.
Sebuah situs pameran senjata api, gunshows-usa, mencantumkan 29 acara yang bertepatan dengan hari ayah. Namun, jangan harap pameran itu akan ditemukan di New York, Chicago, dan Washington, D.C. Pasalnya, undang-undang senjata api di sana jauh lebih ketat.
Di tahun 2013, Presiden Obama bersama anggota senat merumuskan aturan untuk memperketat syarat kepemilikan senjata. Namun, aturan itu tidak juga berhasil disahkan.
Upaya untuk memperketat syarat kepemilikan senjata dilakukan, setelah kasus pembunuhan di Sandy Hook. Peristiwa yang terjadi di sebuah sekolah dasar itu menewaskan 26 anak dan guru.
Obama kembali mengusulkan perbaikan aturan kepemilikan senjata, setelah peristiwa penembakan di sebuah gereja, Charleston pada Juni 2015. Serangan gereja itu disebut bersifat rasial. Pelaku yang seorang kulit putih membunuh sembilan orang kulit hitam.
“Pada titik tertentu, kita sebagai pemerintah harus memperhitungkan fakta bahwa kekerasan massal semacam ini tidak terjadi di negara maju lainnya,” ujar Obama dalam sebuah pidato.
Dikutip dari CNN, serangan gereja di Charleston dilakukan oleh Dylann Roof menggunakan Glock kaliber 45. Ia membeli senjata itu melalui prosedur resmi.
Disebutkan, Roof pernah ditangkap awal tahun 2015 karena kasus kepemilikan obat terlarang, sebelum ia mendapatkan senjata apinya secara legal. Akan tetapi, nampaknya ia masih saja lolos kriteria hukum.
Roof juga kerap menunjukkan pandangan rasis di akun Facebook pribadinya. Namun, informasi ini tidak dapat terdeteksi FBI hanya dengan menggunakan sistem NICS. | red/merdekacom