Bahkan Baik SA dan keluarga beserta PH mempertanyakan, “Bahwa pertanyaannya adalah atas dasar apa 116 hari penahanan SA dilakukan bila dua alat bukti awal diduga SA sebagai pelaku tidak diterima/tidak dapat dibuktikan sebagai alat bukti. Lalu di 202 hari termasuk berjalannya masa penanguhan penahanan SA, ditemukan alat bukti yang baru dan berkas SA dinyatakan lengkap (P-21). Jadi Jelas Bahwa perkara SA ini dipaksakan untuk maju,” tambah Endy.
Untuk kasus yang menimpa SA, baik PH, Keluarga maupun SA sendiri akan melapor ke Divpropam Mabes Polri.
“Benar, terkait dengan tindakan polisi yang melakukan penembakan serta tindakan kekerasan terhadap SA ketika proses penangkapan dan itu merupakan pelanggaran HAM serius. Undang-undang kepolisian dan hukum acara pidana di Indonesia, mengatu bahwa penegakan hukum harus menghormati asas praduga tidak bersalah dan perlindungan terhadap hak asasinya dalam hal ini SA selaku warga negara karena ketika Seseorang yang diduga melanggar suatu perundang-undangan, harus dihormati haknya untuk diperlakukan secara adil dan bermartabat. Dengan mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi. Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 14 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dan terkait juga dengan adanya pertemuan Kasat Reskrim Polres Tanggamus mengadakan pertemuan dengan SA dan keluarganya, dimana pada tanggal 16 Desember Kasat Reskrim mengajak SA dan keluarganya untuk bertemu diluar membicarakan terkait permasalahan perkara SA. Dan kami sudah melaporkan ini ke Divpropam Mabes Polri dengan Nomor : SPSP2/749/II/2022/Bagyanduan pada tanggal 3 Februari 2022,” Jelas Endy.