LAMPUNG7COM | Dalam setahun terakhir, istilah mafia tanah menjadi frasa yang populer menjadi perbincangan di masyarakat. Seiring munculnya banyak kasus sengketa tanah di Indonesia.
Mengutip KBBI, definisi mafia adalah perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Tanah adalah permukaan bumi yang diberi batas, permukaan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara. Kasus yang melibatkan mafia tanah banyak terjadi di berbagai tempat. Korbannya tidak hanya masyarakat biasa, bahkan pejabat dan mantan pejabat, bahkan lembaga negara.
Guru Besar Hukum Agraria FH Universitas Gadjah Mada, Prof Nurhasan Ismail, mengatakan mafia tanah merupakan kelompok yang terstruktur dan terorganisir. Terstruktur karena kelompok mafia tanah mempunyai struktur organisasi dengan melibatkan banyak aktor dan pembagian kerja yang sistematis dan tersusun setidaknya 3 bagian. Pertama, ada kelompok sponsor yang berfungsi sebagai penyandang dana, upaya mempengaruhi kebijakan, dan mempengaruhi instansi pemerintah di semua lapisan.
Kedua, ada kelompok garda garis depan yang berfungsi sebagai aktor yang berjuang secara legal (warga masyarakat biasa) dan ilegal (preman dan pengamanan swakarsa). Ketiga, ada kelompok profesi yang berwenang terdiri dari advokat, notaris-PPAT, pejabat pemerintah dari pusat, daerah, camat, kepala desa yang berfungsi sebagai pendukung baik legal maupun ilegal.
“Mereka (mafia tanah, red) tidak main-main, kalau kasus mafia tanah ditangani secara biasa, maka sulit untuk ditangani karena terstrukturnya kinerja mafia tanah,” kata Prof Nurhasan Ismail dalam sebuah webinar, pada tahun 2021 yang lalu.
Mafia tanah sangat terorganisir karena menggunakan berbagai metode kerja. Antara lain keras-ilegal yakni tindakan perebutan tanah dan pendudukan tanah yang menjadi objek sasaran. Konflik dengan menggunakan kekerasan yang berpotensi mengancam nyawa. Ada juga metode kerja halus-ilmiah dan seolah legal. Misalnya, pencarian dokumen kepemilikan tanah; pemalsuan dokumen kepemilikan tanah dengan tampilan hasilnya mendekati. Bahkan, sama dengan aslinya; Proses pendekatan dalam rangka negosiasi dengan pemilik tanah; Pengajuan gugatan dengan logika berpikir yang sistematis dan logis.
Menurut Prof Nurhasan, berbagai metode kerja itu akan melalui 3 fase. Pertama, sengketa atau perkara sebagai tekanan kepada pemilik tanah sebenarnya. Kedua, fase ajakan damai untuk mempercepat mafia tanah mendapat keuntungan. Ketiga, fase menebar pengaruh pada pelaksana hukum dan penegak hukum dalam rangka mengamankan posisinya untuk ditetapkan sebagai pemilik dan semuanya tidak lepas dari permainan uang.
Dosen dan Peneliti Hukum Pidana FH Universitas Jenderal Soedirman, Kuat Puji Prayitno, menyebut mafia adalah perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal) memiliki konotasi negatif sebagai kelompok kriminal. Kerja mafia tanah tergolong rumit, melibatkan konglomerat, pejabat, politisi, aparat penegak hukum, dan pihak lainnya.
Menurut Kuat, dampak yang ditimbulkan dari kejahatan mafia tanah memiliki daya rusak (mengeksploitasi) sumber daya non-fisik, merusak sustainable development, merusak kualitas kehidupan, merusak kepercayaan dan respek masyarakat. “Mafia tanah itu bahayanya sama seperti korupsi,” ujarnya.
Modus yang digunakan mafia tanah antara lain menggunakan surat hak-hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan warkah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah dan menguasai tanah dengan cara ilegal. Kuat melihat instrumen hukum pidana bisa digunakan untuk menjerat mafia tanah misalnya delik pemalsuan, penggelapan dan penipuan serta penyertaan dan pembantuan seperti diatur Pasal 263, 266, 372, dan 378, 55 serta Pasal 56 KUHP.
Dalam acara Instagram Hukumonline Headline Talks bertajuk “Oknum Berulah, Mafia Tanah Bikin Resah”, Senin (29/11/2021) yang lalu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Surya Tjandra, mengakui masih ada oknum dalam Kementerian ATR/BPN yang terlibat dalam kasus mafia tanah. Hal ini terlihat dari kasus penyalahgunaan wewenang sertifikat tanah yang dihadapi aktris Nirina Zubir beberapa waktu lalu. Kasus ini tidak hanya menyeret oknum notaris dan PPAT, namun juga beberapa oknum di Kementerian ATR/BPN.
Kasus yang mencuat mengenai mafia tanah membuat Kementerian ATR/BPN kembali membuka kasus-kasus mengenai mafia tanah yang terjadi sejak tahun 2019. Kementerian ATR/BPN sudah mengadakan MoU dengan kepolisian dan pada tahun 2020 dan MoU dengan Kejaksaan. “Hal ini adalah bagian dari strategi untuk membersihkan dan mengatasi kejahatan terkait pertanahan,” ujar Surya.
Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN, R Bagus Agus Widjayanto, mencatat modus paling banyak dilakukan dalam kejahatan di bidang pertanahan yakni pemalsuan dokumen (66 persen), penggelapan dan penipuan (16 persen), dan okupasi ilegal (11 persen). Kewenangan ATR/BPN dalam menyelesaikan sengketa pertanahan terutama penyidikan kejahatan di bidang pertanahan sifatnya sangat terbatas. Karena itu ATR/BPN membutuhkan lembaga lain untuk memberantas mafia tanah.
“Dalam menangani kasus pidana terkait mafia tanah, ATR/BPN bekerja sama dengan Polri, Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung,” ungkap Agus.
Seruan perang melawan mafia tanah juga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo menyebut mafia tanah adalah penyebab keresahan masyarakat dan biang keladi maraknya konflik pertanahan. Presiden bahkan telah meminta aparat kepolisian agar cepat tanggap mengusut tuntas setiap kasus mafia tanah dan kembali mengingatkan jangan sampai ada penegak hukum yang membekingi mafia tanah. | Pnr.