Rumah jagal
Pada 14 Maret, Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) yang terdiri dari anggota parlemen terpilih yang digulingkan dalam kudeta, mengumumkan dukungannya bahwa warga sipil berhak membela diri. Pada 5 Mei, pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang ditunjuk CRPH mengumumkan pembentukan Angkatan Pertahanan Rakyat tingkat nasional, pendahulu Tentara Federal yang akan menyatukan kelompok-kelompok etnis bersenjata negara itu dan pasukan pertahanan sipil di bawah komando pusat. Namun, saat ini, sebagian besar kelompok beroperasi secara independen atau dalam aliansi yang lebih kecil.
Wakil Menteri Dalam Negeri NUG, Khu Te Bu, mengatakan kepada Al Jazeera, dia memperkirakan pertempuran di seluruh negeri akan memburuk dalam beberapa pekan dan bulan mendatang tetapi khawatir pasukan pertahanan sipil kalah senjata dan tidak memiliki pelatihan yang cukup untuk mengalahkan Tatmadaw.
“Mereka menggunakan senjata rakitan tangan, tetapi mereka tidak dapat melindungi rakyat dari militer yang telah mempersiapkan diri dan membangun pasokan senjatanya selama bertahun-tahun,” jelasnya.
Pada 26 Mei, NUG mengumumkan kode etik. Ditujukan kepada semua kelompok perlawanan bersenjata, disebutkan bahwa para pejuang dilarang melukai warga sipil dan meminimalkan kerusakan tambahan.
Khu Te Bu berharap kelompok perlawanan dapat bersatu melawan musuh bersama, dan mengatakan NUG memiliki peran penting dalam memastikan kelompok tersebut memiliki kesadaran yang kuat tentang aturan perang, termasuk bagaimana melindungi warga sipil dan menangani tahanan perang.
“(Kelompok perlawanan) tidak bisa begitu saja melanggar aturan internasional karena militer tidak mengikutinya,” katanya.
“Mereka harus menanggapi musuh secara sistematis untuk melindungi hak asasi manusia.”
Dengan persediaan senjata dan dana yang terbatas, para pejuang sipil berharap NUG juga dapat memberikan dukungan sumber daya manusia dan material dalam waktu dekat.
“Jika mereka benar-benar ingin membantu kami, mereka dapat mengirim pejuang atau memberi kami senjata modern, atau setidaknya mereka dapat mendukung kami dengan makanan dan komoditas,” kata Salai Vakok.
Ketika kekerasan berlanjut dan kematian serta pengungsian meningkat, para pejuang perlawanan juga berharap Myanmar tidak akan memudar dari perhatian dunia.
“Myanmar seperti rumah jagal sekarang. Orang-orang dibunuh setiap hari seperti binatang,” kata Gue Gue.
Sumber: merdekacom