Oleh karena yang ingin diatur Presiden adalah kerjasama perusahaan platform digital asing dengan perusahaan pers maka sistem yang berlaku adalah bisnis to bisnis. Jadi bukan menyangkut karya jurnalistik yang menjadi domain Dewan Pers dan organisasi pers.
Bagaimana mungkin Dewan Pers mau mengatur pengusaha media tentang tata cara perusahaannya berbisnis dengan perusahaan asing. Fungsi pengaturan bisnis to bisnis tidak ada dalam fungsi Dewan Pers pada UU Pers.
Jika Presiden sampai memakai draft Perpres yang disodorin Dewan Pers maka itu berpotensi mencoreng prestasi gilang-gemilang Jokowi selama dua periode pemerintahannya. Presiden Jokowi tidak boleh dijebak dan diperhadapkan dengan dilema untuk mengeksekusi Perpres versi Dewan Pers. Ini namanya Rancangan Peraturan Presiden atau Ranperpes bisa jadi jebakan batman bagi Presiden Jokowi.
Mayoritas pers di seluruh Indonesia justeru menunggu langkah berani Presiden Jokowi membuat regulasi agar belanja iklan nasional tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang saja. Presiden harus mampu memberdayakan KADIN dalam masalah monopoli belanja iklan media agar dapat membantu pengusaha media lokal yang merupakan mayoritas masyarakat pers yang selama ini terabaikan dan termarjinalisasi.
Karena banyak pemilik atau pengusaha media yang bukan berprofesi sebagai wartawan sehingga tidak pas jika dipaksa berbisnis dengan menggunakan UU Pers. Organisasi Perusahaan Pers yang menjadi bagian dalam UU Pers hanya berlaku untuk memastikan Perusahaan Pers menghasilkan karya jurnalistik yang bertanggunjawab dan mematuhi kode etik jurnalistik.
Ketika pengusahanya atau perusahaan itu bersentuhan dengan bisnis maka aturan perundangan yang berlaku tentunya menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, dan perlindungan usahanya menggunakan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. | Redaksi.