Teleskop JWST pada awalnya tidak dirancang untuk mempelajari planet-planet ekstrasurya, tapi JWST telah ditugaskan kembali untuk mempelajari planet-planet ini. Program ini menjadikan JWST teleskop ruang angkasa terbesar dalam sejarah dan, dengan demikian, merupakan mesin terbaik untuk melakukannya.
JWST tidak dapat mempelajari dunia mirip Bumi di sekitar bintang seperti Matahari kita. Planet-planet ini terlalu redup. Dibutuhkan teleskop yang lebih canggih seperti Habitable World Observatory untuk menyelidiki planet-planet redup tersebut. Teleksop ini akan diluncurkan pada dekade 2040-an.
Meski begitu, JWST dapat mempelajari planet-planet di sekitar bintang kecil yang disebut si kerdil berwarna merah. Saat ini JWST mengembangkan kemampuan sistemnya yang disebut TRAPPIST-1. Sistem ini bisa menelisik tujuh dunia seukuran Bumi. Setidaknya di tiga planet yang mengorbit di zona layak huni bintang tersebut terdapat air dan kehidupan.
Langkah pertama yang dilakukan para astronom adalah memastikan apakah planet-planet ini memiliki atmosfer. Penelitian dengan memanfaatkan JWST untuk menemukan jawaban ini sedang berlangsung. Hasilnya diharapkan akan diperoleh pada akhir tahun ini atau pada tahun 2025.
Hasil riset awal menunjukkan bahwa planet terdalam tersebut kemungkinan besar tidak memiliki atmosfer yang diperlukan untuk kehidupan, namun jika atmosfer dapat ditemukan di planet TRAPPIST-1 lainnya, ini akan menjadi penemuan yang sangat besar, kata Jessie Christiansen, ahli astrofisika di Exoplanet Science Institute NASA, California Institute of Technology di AS.
“Pencarian planet ekstrasurya selama 20 tahun ke depan akan bergantung pada hasil tersebut,” katanya.
“Jika planet kerdil merah memiliki atmosfer, kami akan mengarahkan setiap teleskop di Bumi ke planet ini untuk mencoba melihat sesuatu.”