Ditambahkannya juga, “Menurut kamus hukum yang ditulis oleh Simorangkir, frasa in dubio pro reo diartikan sebagai “Jika ada keragu-raguan mengenai sesuatu hal, haruslah diputuskan hal-hal yang menguntungkan terdakwa,” katanya.
Asas In dubio pro reo sendiri sudah sering digunakan oleh Mahkamah Agung untuk memutus perkara, diantaranya dalam putusan MA No. 33 k/MIL/2009 yang salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa, “Asas In dubio pro reo yang menyatakan jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak, maka sebaiknya diberikan hal yang menguntungkan bagi terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan.” Imbuhnya.
Pasal 191 KUHAP yang menyatakan “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang di dakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas,” tambah Eddy Rifai.
Tentang seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana, dengan ancaman pidana mati, atau pidana diatas 15 tahun yang ditangkap dan diadakan penyidikan terhadapnya, wajib didampingi Penasehat Hukum. Dan akibat hukumnya apabila proses penyidikan tanpa didampingi Penasehat Hukum menurut Eddy Rifai.
“Berdasarkan bunyi pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, yang diancam dengan pidana mati, atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Oleh karena bunyi pasal 56 ayat (1) menyatakan WAJIB, maka tersangka wajib didampingi Penasehat Hukum sekalipun tersangka menolak penasehat hukum yang disediakan APH, pemeriksaan tersangka tidak dapat diterima” Terangnya.