Lebih lanjut Eddy Rifai menjelaskan, “Kalaupun CCTV itu tetap akan dijadikan alat bukti, dalam UU ITE telah diatur bahwa harus ada syarat formil maupun materil, syarat formilnya adalah dia harus dijamin keontetikannya, kelengkapannya, dan ketersediaannya, dan harus didasarkan dari ahli Forensik, baru dia bisa dijadikan alat bukti elektronik,” kata Eddy.
Eddy Rifai juga menambahkan, bahwa rekaman CCTV itu tidak Syah untuk dijadikan alat bukti, jika mengacu pada KUHAP.
“Kalau ketentuan KUHAP alat bukti CCTV itu tidak Syah, tapi apabila hakim akan menjadikan itu petunjuk, bisa, tapi petunjuknya ada pada Hakim, bukan pada penyidik, kan 188 ayat 3 KUHAP menyatakan bahwa penilaian bukti petunjuk itu ada pada Hakim, penyidik tidak bisa berdasarkan CCTV, Hakim pun harus berdasarkan laboratorium forensik baru Hakim bisa pakai itu sebagai bukti petunjuk,” imbuh Eddy.
Terkait asas hukum in dubio pro reo, dalam kaitan suatu perkara yang minim pembuktian dan terdapat saksi a decharge yang menjadi alibi terdakwa tidak berada ditempat kejadian perkara, Eddy Rifai menjelaskan, “Pasal-pasal KUHAP tentang pembuktian dalam acara pemeriksaan, biasa diatur didalam pasal 183 sampai 202 KUHAP yang berbunyi: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak Pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Menurut keyakinan tersebut seyogyanya keyakinan hakim harus sesuai asas hukum in dubio pro reo.” Jelas Eddy.