Menurut Eddy Rifai, “Berdasarkan bunyi pasal 56 ayat (1) KUHAP yang menyatakan, bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, yang diancam dengan pidana mati, atau ancaman pidana 15 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Oleh karena bunyi pasal 56 ayat (1) menyatakan WAJIB, maka tersangka wajib didampingi Penasehat Hukum sekalipun tersangka menolak penasehat hukum yang disediakan APH, pemeriksaan tersangka tidak dapat diterima.” Terangnya.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 1565 k/Pid/1991 tertanggal 6 September 1993, yang pada pokoknya menyatakan, “Apabila syarat-syarat penyidikan tidak dipenuhi sepertinya penyidik tidak menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima” Kata Eddy Rifai.
Terkait dengan pasal 184 KUHAP, alat bukti
Ditempat yang sama Penasehat Hukum terdakwa Wahyu Widiyatmiko S.H., menjelaskan kepada awak media, pertanyaan terhadap saksi ahli adalah terkait dengan pasal 184 KUHAP, alat bukti, pasal 56 terkait pendampingan, wajib didampingi Penasehat Hukum, dan terkait dengan penyitaan barang bukti.
“Kenapa ini kita tanyakan kepada saksi ahli, karena fakta di persidangan bahwa satu alat bukti berupa motor tidak pernah dipergunakan oleh terdakwa Bakas Maulana untuk melakukan tindak pidana, dan menurut saksi ahli bahwa itu melanggar yang diatur dalam UU, bahwa penyidik tidak berhak untuk melakukan penyitaan,” ujar Wahyu.