Namun yang terpenting pesta sekura ini ini menjadi peristiwa budaya yang menarik dan langka di Indonesia. Menurut Arman AZ (2020) sekura menjadi peristiwa akulturasi antara agama dan tradisi yang dianut oleh masyarakat Lampung. Lebih dari itu, sekura juga mampu menyatukan berbagai golongan kaya-miskin, pegawai-petani, tua-muda, besar-kecil.
Menurutnya dalam kegiatan pesta sekura selalu disertai dengan kegiatan panjat pinang, ajang silaturrahim dengan membuka pintu lebar-lebar tangan terbuka untuk menyambut para tamu, sanak saudara kerabat yang datang dari jauh untuk bersilaturrahim pada momen acara sekura berlangsung.Pada peristiwa inilah dapat kita lihat implementasi dari filosofi masyarakat Lampung mengenai Pi’il Pesenggikhi terutama berkaitan dengan Sakai-Sambayan dan Nemui-nyimah sebagai inti dari artikel ini.
Pada lebaran Idul Fitri awal bulan Mei 2022 lalu, pesta sekura berlangsung sangat meriah (cat; selama dua kali lebaran pesta sekura tidak terlaksana akibat pandemi Covid-19). Sayangnya acara pesta sekura mendapat beberapa kritikan dari masyarakat, diantaranya terkait busana yang dikenakan oleh oknum sekura yang tidak bertanggung jawab. Kemudian kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan oleh adanya gelaran pesta budaya sekura, kemacetan ini termasuk yang paling utama dikritisi oleh masyarakat baik dari dalam maupun luar daerah serta beberapa hal lain di balik suksesnya penyelenggaraan pesta budaya tahunan tersebut.
Menyikapi berbagai kritik, Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus dalam suatu kesempatan mengutarakan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat berencana akan membuat payung hukum dalam bentuk Perda termasuk anggaran dan hak paten serta aturan terkait penyelenggaraan pesta budaya sekura.