Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen (Agustus 2023: 0,79 persen) dan NPL gross sebesar 2,43 persen (Agustus 2023: 2,50 persen). Seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp316,98 triliun (Agustus 2023: Rp326,15 triliun) atau turun Rp9,17 triliun, dengan jumlah nasabah tercatat sebanyak 1,32 juta nasabah (Agustus 2023: 1,46 juta nasabah) atau berkurang 140 ribu nasabah.
Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk menjadi 12,07 persen (Agustus 2023: 12,55 persen). Adapun jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted (segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024) adalah 43,32 persen dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19 atau sebesar Rp145,3 triliun.
Meskipun tingkat imbal hasil surat utang AS masih di level yang tinggi dan berdampak pada kenaikan yield SBN, namun risiko pasar yang terkait portfolio SBN relatif telah termitigasi antara lain karena perbankan telah menyesuaikan durasi SBN serta melakukan rebalancing jenis portfolio baik yang bersifat held to maturity maupun available for sale sehingga potensi kerugian dari perubahan nilai wajar surat berharga tidak mengganggu permodalan bank. Selanjutnya, terkait pelemahan nilai tukar Rupiah, portfolio perbankan secara umum relatif tidak terpengaruh karena Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan tercatat stabil di level 1,76 persen (Agustus 2023: 1,72 persen), jauh di bawah threshold 20 persen. Berdasarkan hasil asesmen, industri perbankan tetap resilien dan mampu menyerap potensi risiko di tengah kondisi tersebut. Namun demikian, bank terus melakukan stress test pada berbagai skenario untuk menguji ketahanan permodalan maupun likuiditas sesuai dengan prinsip manajemen risiko.